Sejarah Taman Nasional Kelimutu

Sejarah Taman Nasional Kelimutu

Taman Nasional Kelimutu memiliki sejarah panjang yang erat kaitannya dengan kekayaan geologi dan budaya masyarakat Ende. Kawasan ini pertama kali dikenal luas sejak peneliti Belanda bernama Van Suchtelen mendokumentasikan fenomena Danau Tiga Warna pada tahun 1915. Sejak saat itu, Kelimutu mulai menarik perhatian para ahli geologi, antropolog, dan peneliti lingkungan dari berbagai negara.

Pada tahun 1992, pemerintah Indonesia menetapkan kawasan ini sebagai taman nasional dengan luas sekitar 5.356 hektar. Penetapan ini bertujuan melindungi keunikan danau vulkanik serta ekosistem hutan pegunungan yang menjadi habitat berbagai spesies endemik. Upaya ini juga memperkuat pengakuan terhadap nilai spiritual dan budaya yang diwariskan masyarakat adat Lio.

Sejak masa penetapan tersebut, pengelolaan taman nasional terus berkembang dengan melibatkan masyarakat lokal sebagai mitra konservasi. Pemerintah melalui Balai Taman Nasional Kelimutu memperkuat kegiatan perlindungan, penelitian, dan pengembangan ekowisata berkelanjutan. Pendekatan partisipatif ini menjadikan Kelimutu sebagai contoh pengelolaan taman nasional yang mengutamakan keseimbangan antara alam dan manusia.

Kini, Taman Nasional Kelimutu dikenal sebagai simbol harmoni antara geologi, ekologi, dan tradisi lokal. Fenomena perubahan warna danau tetap menjadi daya tarik utama yang dikaitkan dengan kepercayaan leluhur masyarakat Lio. Melalui konservasi yang berkelanjutan, taman nasional ini terus menjaga warisan alam dan budaya agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang.